Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hedy Rahadian, mengatakan bahwa Anies Baswedan salah menginterpretasi data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait kritiknya terhadap pembangunan infrastruktur jalan pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dianggap masih kalah dengan masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, Anies memberikan tanggapan terhadap pernyataan tersebut saat diwawancarai oleh wartawan di Ancol, Jakarta Utara, pada hari Sabtu, tanggal 3 Juni 2023.
Ketika ditanya mengenai tuduhan bahwa ia salah membaca data, Anies justru membalikkan pertanyaan tersebut. Ia meminta semua pihak untuk memeriksa data BPS tersebut secara mandiri.
“Pendapat Anda bagaimana? Menurut saya begini, yang ini mengatakan mendung, yang ini mengatakan cerah. Jangan tanyakan kepada saya, Anda lihat sendiri datanya,” ujar Anies.
“(Dari media) Suara? Suara, kamu periksa siapa yang benar, jangan bertanya. Itu adalah prinsip dasar jurnalisme, bukan? Jika ada yang mengatakan ini mendung, dan ada yang mengatakan cerah, periksa saja mana yang benar, begitu saja,” tambahnya.
Sebagai calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan sebelumnya mengkritik pembangunan infrastruktur jalan pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dianggap masih kalah dengan masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, Hedy Rahadian, mengatakan bahwa Anies salah dalam menginterpretasi data Badan Pusat Statistik (BPS).
“Tidak begitu juga. Jadi begini, data BPS tersebut menggambarkan tentang penambahan status, bukan pembangunan jalan. Jadi status kewenangan jalan menjadi jalan nasional meningkat, ribuan kilometer seperti itu,” ujar Hedy kepada wartawan di kompleks Senayan, Jakarta, pada hari Rabu, tanggal 24 Mei 2023.
“Itu adalah perubahan status, dari jalan provinsi menjadi jalan nasional. Bukan pembangunan jalan baru yang menyiratkan bahwa pembangunan jalan pada masa SBY lebih panjang daripada masa Jokowi. Itu bukan maksud dari data BPS tersebut. Jadi terjadi salah interpretasi terhadap data BPS,” lanjutnya.
Hedy mengatakan bahwa penambahan jalan nasional dapat disebabkan oleh perubahan status jalan provinsi menjadi jalan nasional. Oleh karena itu, menurut Hedy, Anies salah dalam menginterpretasikan data tersebut sebagai hasil dari pembangunan jalan baru.
“Saya memiliki jalan provinsi di sini, jalannya sudah ada, bukan dibangun. Nah, pada tahun 2000-an, misalnya, ada surat keputusan baru yang menjadikan jal
annya dari jalan provinsi menjadi jalan nasional,” jelasnya.
“Jadi ini bukan pembangunan jalan baru. Harap baca kembali, data BPS tersebut menggambarkan perubahan status jalan, bukan hasil dari pembangunan jalan. Jadi salah jika menginterpretasikan bahwa itu adalah hasil pembangunan jalan,” lanjutnya.
Hedy menyampaikan bahwa penambahan jalan nasional pada masa SBY tidak semuanya berasal dari pembangunan jalan baru. Hal serupa terjadi juga pada masa kepemimpinan Jokowi.
“Jadi pada masa SBY, terjadi penambahan jalan nasional, tetapi sebagian besar bukan berasal dari pembangunan, ada sedikit pembangunan tetapi tidak signifikan. Hal yang sama juga terjadi pada masa Jokowi, ada perubahan meskipun sedikit, tetapi itu tidak berkaitan dengan hasil pembangunan,” kata Hedy.