Perceraian adalah situasi di mana suami dan istri memutuskan untuk mengakhiri hubungan pernikahan mereka. Hal ini tidak hanya melibatkan pasangan yang terlibat, tetapi juga memiliki dampak negatif yang signifikan pada anak-anak dari segi psikologis dan perspektif agama, khususnya dalam Islam.
Perceraian merupakan hal yang seharusnya dihindari oleh pasangan yang telah menikah dan dilarang dalam agama Islam. Namun, dalam beberapa kasus, terkadang pernikahan tidak dapat dipertahankan lagi dan pasangan memutuskan untuk bercerai ketika mereka tidak menemukan jalan keluar yang memadai untuk mengatasi masalah mereka.
Dalam konteks psikologis, perceraian memiliki efek yang signifikan pada anak-anak. Dampak ini dapat berbeda-beda tergantung pada usia dan temperamen anak. Beberapa dampak negatif perceraian pada anak dari sisi psikologis meliputi:
Menurunnya Prestasi Akademik
Penelitian dari Lowa State University menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami perceraian orang tua pada usia di bawah 18 tahun memiliki peluang yang lebih rendah untuk mencapai gelar sarjana dibandingkan dengan anak-anak yang mengalami perceraian setelah berusia di atas 18 tahun. Perubahan dalam waktu berkualitas, kurangnya bimbingan dari salah satu orang tua, dan perubahan kondisi keuangan keluarga setelah perceraian dapat menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik anak.
Kehilangan Keinginan untuk Berinteraksi Sosial
Dampak negatif perceraian pada anak juga dapat mempengaruhi hubungan sosial mereka dengan lingkungan sekitarnya. Beberapa anak mungkin mengalami kecemasan dan kegelisahan yang mereka ungkapkan melalui perilaku agresif, termasuk perilaku bullying. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan anak dengan teman sebaya mereka.
Perasaan Bersalah
Salah satu dampak negatif perceraian pada anak adalah perasaan bersalah yang terus menerus mereka alami. Anak-anak seringkali menyalahkan diri sendiri atas perceraian orang tua dan merasa bahwa mereka adalah penyebab utama perpisahan tersebut. Perasaan bersalah ini terutama dapat dirasakan oleh anak-anak yang masih berusia di bawah 12 tahun, yang mungkin masih rapuh dalam menghadapi situasi seperti ini.
Mudah Terpengaruh oleh Hal Negatif
Dampak negatif perceraian pada anak juga dapat menyebabkan mereka rentan terhadap pengaruh buruk dalam pergaulan, seperti merokok, minum alkohol, atau penyalahgunaan narkoba. Hal ini disebabkan oleh perasaan bahwa mereka tidak lagi mendapatkan perhatian yang cukup dari orang tua yang terlibat dalam masalah rumah tangga dan mungkin diabaikan dalam proses pemulihan orang tua mereka setelah perceraian.
Sikap Posesif yang Lebih Tinggi
Anak-anak yang mengalami perceraian orang tua cenderung lebih posesif dalam lingkungan pergaulan atau dalam hubungan percintaan. Hal ini karena mereka mungkin merasa kekurangan kasih sayang dan perhatian dari keluarga mereka. Selain itu, anak-anak yang berasal dari keluarga broken home cenderung memiliki rasa cemburu yang berlebihan terhadap orang-orang di sekitar mereka.
Kesulitan dalam Mempercayai Orang Lain
Anak-anak dari keluarga broken home seringkali mengalami kesulitan dalam mempercayai orang lain dan merasa bahwa mereka selalu sedang dibohongi. Hal ini dapat menyebabkan rasa frustrasi dan kekecewaan yang sering muncul dalam hubungan mereka dengan orang lain.
Dalam konteks agama Islam, pernikahan dianggap sebagai ikatan suci antara suami, istri, dan Allah SWT. Oleh karena itu, perceraian sangat tidak disukai dalam Islam. Allah SWT sangat membenci perceraian karena dampak negatif yang ditimbulkannya, bukan hanya bagi suami dan istri, tetapi juga bagi anak-anak yang terlibat.
Perceraian orang tua dapat memberikan dampak yang merugikan pada anak-anak, yang dapat mempengaruhi mereka hingga dewasa dan menyebabkan trauma. Beberapa dampak negatif perceraian pada anak menurut perspektif Islam meliputi:
Stres
Anak-anak cenderung merasa bahwa mereka adalah penyebab perceraian orang tua dan merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi tersebut. Mereka juga merasa bahwa orang tua mereka tidak lagi mencintai mereka. Perasaan ini dapat menyebabkan stres pada anak-anak dan dapat memicu pikiran negatif.
Kesedihan yang Mendalam
Jika anak-anak sudah cukup dewasa untuk memahami arti dari perceraian, mereka akan merasakan kesedihan yang mendalam setelah mengetahui bahwa orang tua mereka tidak lagi bersama. Perasaan ini bahkan dapat menyebabkan depresi dini dan berkepanjangan.
Perubahan Suasana Hati yang Parah
Anak-anak dari perceraian seringkali tidak lagi merasakan kehangatan dan kebahagiaan dalam keluarga mereka. Hal ini dapat menyebabkan perubahan suasana hati yang signifikan pada anak-anak. Beberapa anak mungkin menarik diri dari lingkungan sekitar mereka dan memilih untuk tidak berbicara dengan siapa pun, sementara yang lain mungkin mencari perhatian berlebihan.
Kesulitan dalam Berkonsentrasi dan Beraktivitas
Anak-anak yang mengalami perceraian orang tua cenderung kehilangan fokus dalam berbagai kegiatan. Mereka mungkin menjadi cemas, tegang, dan sulit berkonsentrasi pada tugas-tugas mereka, terutama dalam hal belajar. Mereka juga dapat kehilangan minat pada kegiatan yang sebelumnya mereka anggap menyenangkan.
Perilaku yang Bervariasi
Dampak negatif perceraian pada anak dapat mempengaruhi perilaku mereka. Beberapa anak mungkin menjadi emosional, antisosial, mudah kehilangan kesabaran, atau menunjukkan perilaku agresif. Hal ini juga dapat menjadi dampak dari perceraian orang tua.
Depresi
Depresi tidak mengenal batasan usia. Anak-anak, bahkan dalam usia yang sangat muda, dapat mengalami depresi akibat dampak negatif perceraian. Mereka mungkin merasa sangat sedih dan terpengaruh oleh situasi yang mereka alami. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perceraian orang tua dapat menjadi faktor risiko dalam mengembangkan gangguan bipolar.
Perceraian dapat memberikan dampak yang serius bagi anak-anak, baik dari segi psikologis maupun dalam konteks agama Islam. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mempertimbangkan dan mencari solusi terbaik sebelum memutuskan untuk bercerai. Mencari bantuan profesional seperti konselor keluarga atau pengasuh anak dapat membantu mengatasi konflik dan masalah yang mungkin timbul dalam pernikahan, sehingga dapat mencegah terjadinya perceraian dan melindungi anak-anak dari dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh perceraian.