Berita  

Panji Gumilang Mengidap Sindrom Megalomania: Pemerintah Harus Turun Tangan

Pemimpin Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, yaitu Syekh Panji Gumilang, sedang menjadi sorotan publik. Ponpes yang terletak di Indramayu, Jawa Barat, dianggap sesat dan bahkan menghadapi kerusuhan oleh sekelompok massa pada tanggal 15 Juni 2023. Uwes Fatoni, seorang Pakar Komunikasi Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, mengungkapkan bahwa Panji Gumilang menarik perhatian karena ajarannya bertentangan dengan ajaran Islam yang utama.

Uwes menjelaskan bahwa Syekh Panji Gumilang mungkin menderita sindrom megalomania, yaitu merasa dirinya besar dan memberikan gagasan-gagasan yang ingin menunjukkan kehebatannya. Sebagai pemimpin dan tokoh sentral di ponpes tersebut, Syekh Panji Gumilang tidak bisa dipertanyakan atau dibantah oleh para santrinya.

Gagasan-gagasan tersebut kemudian muncul di media sosial, menciptakan kegelisahan di kalangan masyarakat, terutama umat Islam di Indramayu. Oleh karena itu, wajar jika masyarakat menolak ajaran tersebut. Masalah ini tidak hanya berhubungan dengan ponpes Al-Zaytun itu sendiri, tetapi juga menjadi masalah bagi umat Islam di sekitarnya.

Uwes menambahkan bahwa masyarakat akan mempertanyakan tokoh-tokoh seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau organisasi Islam lainnya, karena dianggap tidak merespons gagasan-gagasan yang menyimpang tersebut. Jika situasi ini dibiarkan, kekesalan dan penolakan masyarakat akan semakin meningkat, dan gagasan-gagasan yang dianggap “nyeleneh” dari Syekh Panji Gumilang akan terus muncul dan berkembang, sehingga masalah ini tidak akan pernah selesai.

Uwes menyarankan agar tokoh-tokoh Islam terlibat dalam klarifikasi kepada Syekh Panji Gumilang mengenai gagasan-gagasannya yang dianggap “nyeleneh” dan meminta agar dia tidak lagi melakukan hal serupa.

Di sisi lain, Cecep Darmawan, seorang Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), berpendapat bahwa pemerintah perlu segera turun tangan untuk mencegah konflik horizontal antara pendukung dan penolak Pondok Pesantren Al Zaytun. Menurutnya, musyawarah perlu diadakan dengan kehadiran pemerintah, Majelis Ulama Indonesia, organisasi masyarakat Islam, dan tentu saja pihak Al-Zaytun.

Cecep menekankan pentingnya pembentukan tim investigasi khusus untuk menyelidiki dugaan-dugaan yang beredar di masyarakat mengenai ponpes tersebut. Tabayyun, yaitu mencari kebenaran, sangat diperlukan dalam hal ini. Dia juga menegaskan bahwa pihak Al Zaytun harus transparan mengenai semua dugaan yang muncul akibat video-video yang beredar di media sosial. Sebagai aset bangsa, pengelola ponpes harus terbuka dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di dalamnya. Semua pihak harus tunduk pada hukum.

Cecep berpendapat bahwa Ponpes Al Zaytun harus bersikap terbuka. Mengingat sensitivitas isu agama, pemerintah baik tingkat daerah maupun pusat (Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri) serta organisasi Islam harus segera turun tangan dan duduk bersama untuk mencari solusi terbaik. Langkah-langkah pemerintah dalam menangani masalah ini sangat dinantikan.

Exit mobile version